Iket atau totopong (
Sunda) atau udeng (
Bali)
adalah penutup kepala dari kain merupakan bagian dari kelengkapan
sehari-hari pria di pulau Jawa dan Bali, sejak masa silam sampai sekitar
awal tahun
1900-an
dan mulai populer kembali pada tahun 2013. Penggunaan iket bagi pria
akil balik pada masa lalu menjadi keharusan karena dipercaya melindungi
mereka dari
roh-roh jahat, selain untuk fungsi-fungsi praktis seperti wadah /pembungkus, selimut, bantalan untuk mengangkut beban di
kepala dsb, sedangkan saat ini lebih diperuntukkan sebagai aksesoris dan upaya melestarikan budaya
Cara Memakai Iket Gaya Sunda(diakses 31 Oktober 2011).
Di Jawa Barat khususnya masyarakat Sunda, tutup kepala yang dibuat
dari kain dikenal dengan sebutan iket atau totopong atau udeng, semuanya
adalah pelindung kepala yang berfungsi sebagai kelengkapan berbusana.
Di samping itu ada pula dudukuy yaitu tutup kepala yang terbuat dari
tumbuh-tumbuhan seperti bambu, kayu dan daun yang hanya berfungsi
sebagai pelindung kepala dari panas dan hujan.
Pada zaman dahulu iket juga mencerminkan kelas dalam masyarakat,
hingga tampak jelas perbedaan kedudukan seseorang (pria) dalam kehidupan
sehari-hari. Di samping itu iket Sunda juga sebagai bagian dari
kelengkapan berbusana yang digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan
budaya yang dikaitkan dengan nilai budaya, adat istiadat serta pandangan
hidup masyarakat.
Makna Iket Sunda Pada mulanya kata iket merupakan kata umum yang
artinya ikat atau ikatan. Akan tetapi karena sesuatu yang diikatnya itu
kepala (pria) dan berlangsung saat dangdan atau dangdos atau berdandan
akhirnya kata iket itu menjadi kata khusus atau istilah yang mengandung
pengertian ikat kepala.
Iket dipandang dan dianggap tepat sebagai benda yang dapat melindungi
kepala saat melakukan aktifitas dan sekaligus menjadi atribut sosial.
Bentuknya yang beragam diciptakan sebagai simbol yang berkaitan dengan
keagamaan, upacara adat, dan status sosial tokoh-tokoh masyarakat yang
dianggap mempunyai peranan dalam suatu kelembagaan
Iket berpadanan kata dengan totopong dan udeng (bahasa Sunda halus).
Di-totopong berarti mengenakan tutup kepala menurut aturan tertentu.
Bentuk totopong itu ada yang disebut Bendo, Porténg, Lohén, Barangbang
Semplak atau Mantokan, Kuda Ngencar dan Paros Nangka atau Kebo Modol”.
Iket sebagai bagian dari kelengkapan anggoan pameget (busana pria)
memiliki nilai estetik tinggi. Iket sebagai tutup kepala memiliki nilai
yang lebih berharga dibandingkan dengan tutup kepala yang lain, karena
dalam proses pembentukannyamemerlukan kejelian, keterampilan, ketekunan,
kesabaran dan rasa estetika yang tinggi dari pemakainya. Hal ini akan
membuktikan bahwa iket dapat mencerminkan status simbol pemakainya.
Selain itu iket juga memiliki makna secara ilmu pengetahuan dan
kepercayaan,iket sangat erat kaitannya dengan unsur tauhid dan budaya.
Iket memiliki makna mengikat seperti ikatan yang terbentuk dari tali.
Iket juga berarti totopong yang berasal dari kata tepung (bertemu) yang
mengalami pengulangan dan perubahan kata dasar te menjadi toto. Tepung
artinya bertemu, bertemu dalam hal ini maksudnya simbol dari bertemunya
ujung kain karena dibentuk simpul sebagai lambang silaturahmi. Iket
mengandung makna mengikat kepala. Obyek yang diikat adalah kepala
(pria). Kepala memiliki makna sebagai pemimpin tubuh dengan isinya yaitu
otak. Otak merupakan tempat pikiran dan organ manusia sebagai ciri
manusia makhluk mulia ciptaan Tuhan. Dengan otak ini manusia memiliki
cipta, karsa, rasa sehingga mampu berpikir. Dengan memakai iket, kepala
sebagai organ penting dapat dilindungi.
Iket dibentuk dari kain berbentuk bujur sangkar yang memiliki empat
sudut. Keempat sudut itu memiliki makna sebagai sudut kereteg haté
(kereteg = perasaan atau suara yang timbul dengan sendirinya, haté =
hati. kereteg haté diartikan sebagai niat), ucapan (lisan), tingkah
(sikap), dan raga (badan) yang kemudian kain itu dilipat dua membentuk
segitiga sama kaki dengan tiga sudut. Ketiga sudut tersebut mencerminkan
tiga azas tritunggal kesetaraan dalam hidup kemasyarakatan yakni
tritangtu yang terdiri dari resi pemimpin agama, rama (pemimpin rakyat)
dan perebu (pemimpin wilayah).
Diharapkan azas ini dijalankan dengan keharmonisan antara tekad,
ucapan, tingkah laku yang terangkum dalam raga manusia. Iket juga
memiliki makna ngawengku (mengikat) segala urusan yang berhubungan
dengan keduniawian seperti yang disampaikan bahwa iket digunakan oleh
para Saéhu. Saéhu adalah seorang pemimpin rakyat yang saé jadi hulu, saé
hubungannana, tiasa ngiket kana sagala persoalan kamasyarakatan jeung
kahirupan (bagus untuk dijadikan ketua atau pemimpin, bagus hubungan
sosialnya, mampu mempersatukan dan menyelesaikan
Tuan Nyoman Rudana sedang menggunakan udeng.
Iket Sunda pada masa dahulu merupakan salah satu kelengkapan busana
pria yang sangat penting. Penggunaan iket bagi masyarakat Sunda
berfungsi sebagai: a. Penutup rambut. b. Pelindung kepala. c. Alat untuk
melindungi diri. d. Alat untuk membawa barang. e. Alat untuk menyimpan
barang. f. Sebagai sajadah pada saat melaksanakan sholat lima waktu g.
Simbol status sosial pria atau sebagai simbol yang menunjukkan identitas
dalam lingkungan pergaulan sehari-hari. Simbol ini ditunjukkan melalui
model dan jenis kain yang digunakan untuk iket. h. Penghormatan terhadap
kedudukan seorang pria seperti digunakan apabila menghadap priyayi,
pejabat pemerintah setempat dan ulama.
Dewasa ini fungsi iket Sunda secara umum sebagai: a. Salah satu
penanda etnis Sunda. b. Penanda etnis Sunda pada busana adat. c. Penanda
etnis Sunda pada busana tari pertunjukan.
Terdapat perbedaan model iket untuk di
Jawa Barat dan
Jawa Tengah. Ada beberapa model iket yang diberi nama-nama seperti
barangbang semplak,
parekos, atau
porteng.